Oleh:
NURNANINGSIH AMRIANI, SH.MH.
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong
Disampaikan pada Pelatihan Fasilitasi Penyelesaian Perselisihan Partai Politik
Tema : Kita Wujudkan Demokrasi yang Bermartabat di Kabupaten Bener Meriah
Bener Meriah, tanggal 24 Mei 2016
A. PENDAHULUAN
Partai politik mempunyai peran yang penting dan strategis dalam Negara dengan sistem pemerintahan berbentuk demokrasi seperti di Indonesia. Karena perannya yang sangat penting itu sehingga muncul pendapat misalnya dari Anna Maria Gentili[1] bahwa “no democracy no party, no parties no democracy,” artinya tidak ada demokrasi tanpa partai politik, tanpa partai politik tidak akan ada demokrasi. Besarnya peran partai politik tersebut kemudian melahirkan persaingan yang keras diantara anggota dan pengurus partai politik, yang pada akhirnya akan berbuntut pada perselisihan, dimana perselisihan ada yang bisa diselesaikan secara internal, tapi tak sedikit juga yang berlarut-larut. Bahkan berakibat perpecahan di tubuh partai politik. Oleh karenanya perlu suatu aturan penyelesaian perselisihan yang efektif dan efisien agar jalannya roda pemerintahan tidak terganggu.
Secara kelembagaan, partai politik sesungguhnya merupakan badan hukum perdata yang didirikan oleh sekelompok orang yang memiliki cita-cita dan tujuan yang sama, tetapi secara fungsional berorientasi publik dan menjadi wadah perjuangan aspirasi politik dalam pemerintahan. Untuk itu, pelembagaan partai politik menjadi sangat penting dalam menciptakan stabilitas pemerintahan demokrasi.
Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, telah lahir berbagai undang-undang yang mengatur Partai Politik yaitu :
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya,
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya,
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik,
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
Akan tetapi dari berbagai undang-undang diatas, hanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang mengatur tentang pola penyelesaian perselisihan partai politik dalam 2 Pasal dan 8 ayat, tepatnya pada Pasal 32 dan 33. Dalam Pasal 32 ayat (1) UU No 2 Tahun 2011 disebutkan bahwa ”Penyelesaian perselisihan internal partai politik dilakukan oleh mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh parpol.” Kemudian pada Pasal 33 ayat (1) UU No 2 Tahun 2011 disebutkan, bahwa ”Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri.” Selanjutnya Pengadilan Negeri perkara akan diperiksan dan diputus dalam jangka waktu 60 hari sejak gugatan didaftar, tanpa ada upaya banding dan hanya boleh kasasi ke Mahkamah Agung yang juga diputus dalam 30 hari sejak memori kasasi terdaftartar di Kepaniteraan Mahkamah Agung sesuai Pasal 33 ayat (2) dan (3).
Dari uraian kedua Pasal tersebut, terdapat institusi baru yaitu Mahkamah Partai yang harus diketahui perannya sebelum anggota partai politik mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri agar gugatan yang diajukan tidak sia-sia dan membuang banyak waktu, tenaga dan biaya yang akan diuraikan dalam pembahasan makalah ini.
B. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian pendahuluan, maka dapat ditarik permasalahan sebagai berikut :
- Bagaimana eksistensi Mahkamah Partai dalam penyelesaian perselisihan partai politik ?
- Bagaimana peran Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong dalam penyelesaian perselisihan anggota partai politik di Kabupaten Bener Meriah?
C. PEMBAHASAN
- Eksistensi Mahkamah Partai (MP) dalam Penyelesaian Perselisihan Partai Politik.
Mahkamah Partai (MP) masih merupakan wadah yang relatif baru di dalam tubuh partai politik di Indonesia. Lembaga ini mungkin tidak begitu diketahui perannya oleh anggota partai politik dalam penyelesaian perselisihan di kalangan partai politik. Barulah ketika Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta Barat mementahkan gugat-menggugat antara kubu DPP Partai Golkar versi Musyawarah Nasional (Munas) Bali dan versi Munas Jakarta, peranannya kemudian diperhitungkan.
Hadirnya Mahkamah Partai dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 mengadopsi konsep “separation of powers” (pembagian kekuasaan) dalam rangka “check and balances” (kontrol dan keseimbangan) di antara fungsi-fungsi organ partai sebagai satu institusi internal partai yang bebas dan mandiri dalam melaksanakan tugas memeriksa dan memutus perselisihan internal partai. Mahkamah Partai bertujuan mengurangi campur tangan pemerintah dan pengadilan dalam menyelesaikan perselisihan internal partai politik dan membuat partai politik lebih otonom atau mandiri sebagai marwah demokrasi, namun tidak pula menjadikan pengurusnya sewenang-wenang terhadap anggota tanpa dapat dicampuri oleh pihak luar, sehingga saluran aspirasi anggota dan akses keadilan tertutup. Mahkamah Partai sebagai wadah yang mencegah penyebab perpecahan dalam tubuh partai politik.
Kewenangan Mahkamah Partai bersifat atributif dan secara fungsional menjalankan fungsi quasi peradilan. Sifat atributif kewenangan Mahkamah Partai secara tidak langsung dan secara fungsional menempatkan Mahkamah Partai sebagai delegasi negara dalam partai politik yang pembentukan dan pengisiannya diserahkan kepada masing-masing partai. Oleh sebab itu putusan-putusan Mahkamah Partai merupakan produk hukum yang wajib dipatuhi oleh seluruh fungsionaris dan anggota secara internal dan secara eksternal wajib dihormati oleh semua pihak termasuk Negara. Konsep tersebut meneguhkan pandangan bahwa “democracy without law unthinkable” atau “tidak ada demokrasi tanpa hukum dan sebaliknya tidak ada hukum tanpa demokrasi.” Partai yang ideal sejatinya secara internal terdapat sistem hukum demokrasi yang secara prosedural berfungsi menegakkan aturan-aturan partai diantara anggota dan pengurus yang saling berselisih dengan membentuk Mahkamah Partai. Jadi kehadiran Mahkamah Partai ditempatkan sebagai salah satu sistem penegakan hukum internal partai politik dan delegasi negara atas fungsi publik yang dijalankan oleh partai.
Mahkamah Partai atau sebutan lainnya, secara normatif diatur dalam Pasal 32 ayat (2), (3) dan (5) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Kompetensi Mahkamah Partai tidak secara detil dan rinci diuraikan dalam undang-undang tersebut kecuali dalam Pasal 32 ayat (2) yang menyebutkan penyelesaian perselisihan internal partai politik, mengacu pada AD dan ART Partai yang dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai. Ketentuan tersebut cukup jelas bahwa kompetensi absolut Mahkamah Partai menyangkut perselisihan internal partai politik yang meliputi :
- Perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan,
- Pelanggaran terhadap hak anggota partai politik,
- Pemecatan tanpa alasan yang jelas,
- Penyalagunaan kewenangan,
- Pertanggungjawaban keuangan, dan
- Keberatan terhadap keputusan partai politik.
Pada ayat (5) menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.
Kata bersifat final dan mengikat secara internal berarti tidak dimungkinkan atau tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh oleh anggota maupun pengurus terhadap putusan Mahkamah Partai. Pasal 33 ayat (1) secara tidak langsung mengecualikan Pasal 32 ayat (5) sepanjang tercapai keputusan Mahkamah Partai.
Jika dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri. Makna penyelesaian perselisihan “tidak tercapai” dapat dikategorikan dalam dua jenis yaitu : Pertama, tidak ada Putusan Mahkamah Partai; dan kedua, terdapat Putusan Mahkamah Partai tetapi para pihak tidak tidak puas atau tidak menerima Putusan Mahkamah Partai. Jika kategori pertama yang terjadi, maka penyelesaian perselisihan kepengurusan partai termasuk dalam kompetensi pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011. Tidak adanya Putusan Mahkamah Partai dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain : Majelis Mahkamah Partai tidak ada, atau permohonan sengketa tidak diterima oleh Mahkamah Partai. Apabila telah ada putusan Mahkamah Partai mengenai perselisihan internal partai, maka tidak dapat diajukan upaya hukum ke pengadilan negeri karena masalah tersebut merupakan perkara administrative sedangkan Pengadilan negeri tidak berwenang untuk itu, demikian juga Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang sebab keputusan partai politik bukan termasuk obyek tata usaha Negara.
Selanjutnya jika kategori kedua yang terjadi maka 2/3 dari peserta forum pengambilan keputusan tertinggi partai politik sebagai pihak yang memiliki legal standing menjadi hilang haknya untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan kepengurusan di pengadilan negeri, kecuali, untuk pelanggaran terhadap hak anggota partai politik, pemecatan tanpa alasan yang jelas, penyalagunaan kewenangan, pertanggungjawaban keuangan, dan keberatan terhadap keputusan partai politik. Hal tersebut berkenaan dengan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, yang mengatur legal standing yang termasuk sebagai pihak dalam penyelesaian perselisihan kepengurusan partai politik jika pergantian kepengurusan ditolak oleh paling rendah 2/3 (dua pertiga) dari forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik.
Perselisihan kepengurusan sangat mungkin terjadi di antara dalam kurun waktu satu periode kepengurusan, mulai sejak kepengurusan baru dibentuk hingga menjelang akhir kepengurusan. Dapat disimpulkan bahwa yang memenuhi kriteria untuk dapat dikategorikan sebagai perselisihan kepengurusan partai adalah ketika suatu kepengurusan ditolak oleh paling rendah 2/3 jumlah peserta forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik.
- Peran Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong dalam Penyelesaian Perselisihan Partai Politik Di Kabupaten Bener Meriah.
Peran Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong dalam hal perselisihan partai politik di wilayah hukum Kabupaten Bener Meriah, mengacu pada Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang menerangkan bahwa “dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.”
Kewenangan Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong menyelesaikan perselisihan internal partai politik di wilayah hukum Kabupaten Bener Meriah baru ada ketika dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan pada tingkat Mahkamah Partai tidak sampai pada putusan atau tidak ada putusan yang dihasilkan. Sedangkan kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara perselisihan internal yang meliputi: 1) pelanggaran terhadap hak anggota partai politik, 2) pemecatan tanpa alasan yang jelas, 3) penyalagunaan kewenangan, 4) pertanggungjawaban keuangan, dan 5) keberatan terhadap keputusan partai politik, adalah hanya dimungkinkan jika para pihak sebelumnya telah menempuh upaya penyelesaian pada tingkat Mahkamah Partai namun tidak ada putusan dan dapat dibuktikan dengan pasti secara administratif jika para pihak telah menempuh upaya melalui Mahkamah Partai sebagaimana Pasal 33 ayat (1). Artinya jika telah ada putusan Mahkamah Partai maka bersifat final dan mengikat secara internal serta menutup upaya hukum, tidak saja kepada seluruh anggota dan pengurus partai tetapi juga pada pengadilan negeri. Pengadilan negeri tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara perselisihan kepengurusan partai politik yang telah mendapatkan putusan Mahkamah Partai. Jika ketentuan tersebut tidak dipatuhi oleh Penggugat maka Hakim akan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (nicht Onvankelijke Verklaard).
Jika tidak ada putusan dari Mahkamah Partai sehingga perselisihan diajukan ke Pengadilan Negeri, maka Subjek hukum yang memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan perselisihan internal partai politik adalah mereka dalam hal ini anggota partai politik yang merasa dirugikan kepentingan hukumnya akibat perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh pengurus partai berupa: 1) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, 2) pelanggaran terhadap hak anggota partai politik, 3) pemecatan tanpa alasan yang jelas, 4) penyalagunaan kewenangan, 5) pertanggungjawaban keuangan, dan 6) keberatan terhadap keputusan partai politik.
Sedangkan Untuk dapat ditarik dan diposisikan sebagai pihak tergugat, subjek hukum (naturlijk atau rechtperson) harus dapat dipastikan kedudukan hukum tergugat dengan segala perbuatan dan tindakannya yang menyebabkan kepentingan hukum penggugat terlanggar, yaitu kedudukan tergugat adalah sebagai fungsionaris partai yang memiliki kewenangan atas nama partai membuat keputusan dan tindakan lainnya dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenang partai, kedudukan hukum tergugat tidak dapat digugat dalam kapasitas pribadi. Perbuatan dan tindakan dalam kapasitas jabatan yang menimbulkan akibat hukum berasal dari perbuatan dan tindakan yang memenuhi kapasitas hukum yakni kepengurusan yang sah menurut hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seluruh perbuatan dan tindakan dari pengurus yang tidak sah dipandang tidak pernah ada menurut hukum atau illegal. Sehingga kedudukan hukum tergugat baik berperkara di hadapan Mahkamah Partai maupun dihadapan pengadilan negeri adalah pengurus partai yang sah menurut hukum dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pihak yang berperkara dalam perselisihan kepengurusan menurut Pasal 25 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik adalah Pengurus yang terbentuk dari forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik berhadapan dengan paling rendah 2/3 peserta forum yang dimaksud. Forum tertinggi yang dimaksud adalah forum yang ditetapkan berdasarkan mekanisme organisasi menurut AD-ART untuk situasi organisasi yang berjalan normal dan instansi-instansi yang ditunjuk menurut cara-cara organisasi dalam menyelesaikan masalah dalam situasi tidak normal (darurat).
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pendahuluan dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Seluruh jenis perselisihan internal partai meliputi : a) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, b) pelanggaran terhadap hak anggota partai politik, c) pemecatan tanpa alasan yang jelas, d) penyalagunaan kewenangan, e) pertanggungjawaban keuangan, dan f) keberatan terhadap keputusan partai politik, wajib melalui Mahkamah Partai sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan putusannya bersifat final dan mengikat serta tidak memungkinkan adanya upaya hukum termasuk ke pengadilan negeri.
- Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perselisihan internal partai jika pertama, sebelumnya tidak pernah didaftarkan, diperiksa dan diputus oleh Mahkamah Partai dalam masa waktu yang ditentukan oleh undang-undang, kedua perselisihan kepengurusan partai telah mendapatkan Putusan Mahkamah Partai. Kewenangan pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus sengketa partai politik menurut Pasal 33 jika penyelesaian pada tingkat Mahkamah Partai tidak tercapai (tidak ada putusan yang dihasilkan), namun telah ditempuh penyelesaian melalui Mahkamah Partai dan dibuktikan secara administratif. Jika ketentuan tersebut tidak dipatuhi oleh Penggugat maka Hakim akan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Nicht Onvankelijke verklaard). Peran Pengadilan Negeri baru ada ketika Mahkamah Partai tidak menghasilkan suatu putusan atas perselisihan yang terjadi ditubuh partai.
[1] Anna Maria Gentili, Party, Party Systems and Democratisation in Sub-Saharan Africa, Sixth Global Forum on Reinventing Government, Seoul, Republic of Korea 24-27 May 2005.